Kota Bandung, Sekilasbandungraya.com – Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha pada Rapat Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit dan Dewan Pengupahan Kota (DPK) yang digelar di Hotel Santika Bandung, Rabu, 17 Desember 2025.
Dalam forum yang dihadiri unsur pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, serta Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut, Farhan menekankan, Pemerintah Kota Bandung berperan sebagai fasilitator utama dalam membangun hubungan industrial yang harmonis, adil, dan berkelanjutan.
“Kita tidak boleh membiarkan salah satu pihak merasa dirugikan demi keuntungan pihak lain. Hubungan pekerja dan pengusaha harus dijaga agar tetap kondusif dan produktif,” ujar Farhan.
Farhan menyampaikan, pendekatan penetapan upah ke depan tidak cukup hanya berfokus pada kebutuhan hidup minimum dan inflasi.
Menurutnya, kualitas hidup dan kebugaran pekerja harus mulai dihitung sebagai indikator kesejahteraan.
Ia bahkan mengungkapkan data survei konsumsi masyarakat dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan tingginya konsumsi makanan dan minuman manis di Kota Bandung, termasuk minuman kemasan berpemanis dan soda.
“Kalau penyakit degeneratif seperti diabetes meningkat, dampaknya sistemik. Produktivitas turun, biaya BPJS naik, dan dunia usaha ikut terdampak,” kata Farhan.
Karena itu, Pemkot Bandung berencana mendorong program skrining kesehatan gratis bagi pekerja, sebagai langkah pencegahan dini sekaligus bagian dari strategi menjaga produktivitas tenaga kerja.
Farhan menegaskan, visinya agar pekerja di Kota Bandung “naik kelas”, tidak sekadar bertahan hidup, tetapi memiliki daya saing dan kebugaran yang menunjang produktivitas.
“Negosiasi ke depan jangan lagi soal tidak bisa beli beras. Itu harus sudah selesai. Kita harus bicara produktivitas, kebugaran, dan kualitas hidup,” katanya.
Ia menilai peningkatan kesejahteraan pekerja justru akan berdampak positif bagi pengusaha karena tenaga kerja yang sehat dan produktif akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Wali Kota juga mengingatkan adanya kecenderungan meningkatnya kesenjangan sosial. Meski tingkat kemiskinan Kota Bandung turun menjadi 3,78 persen, ia mencermati pergeseran struktur desil pendapatan yang menunjukkan kelompok rentan justru masih cukup besar.
“Kelas pekerja adalah jembatan untuk menutup kesenjangan sosial. Dan pengusaha adalah pihak yang memperkuat kelas pekerja,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagian besar penurunan pengangguran masih terjadi di sektor informal yang sulit dikendalikan dari sisi produktivitas dan perlindungan tenaga kerja.
Selain itu, Pemkot Bandung juga akan memperkuat sektor MICE, pariwisata, olahraga, medical tourism, serta melakukan beautifikasi 17 ruas jalan utama kota sebagai bagian dari penguatan identitas pariwisata dan ekonomi perkotaan.
Farhan menargetkan pertumbuhan ekonomi Kota Bandung pada 2026–2027 dapat menembus 5,4 hingga 5,5 persen, dengan catatan stabilitas sosial dan ekonomi tetap terjaga.
Ia menilai stabilitas Kota Bandung selama beberapa dinamika sosial pada 2025 menjadi modal penting bagi dunia usaha.
“Stabilitas di Bandung itu organik. Asal kita kompak, semua bisa dijaga,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Bandung, Andri Darusman menyampaikan, rapat ini menjadi bagian penting dari proses akhir penetapan usulan Upah Minimum Kota (UMK) sebelum disampaikan ke tingkat provinsi.
Ia mengungkapkan, hingga November 2025, tercatat 991 kasus PHK di Kota Bandung, serta masih banyak perusahaan yang belum memiliki peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama.
“Tujuan kita jelas: pengusaha tetap maju, pekerja tetap sejahtera. Jangan sampai kebijakan memberatkan salah satu pihak,” ujar Andri.
Ia berharap forum tripartit tetap menjadi ruang dialog yang sehat untuk meredam potensi konflik ketenagakerjaan, sekaligus memperkuat sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.







